Beranda | Artikel
Mohon ampunlah kepada-Nya
Rabu, 22 April 2009

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ حَدَّثَنِي بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ الْعَدَوِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Abu Ma’mar menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdul Warits menuturkan kepada kami. Dia berkata; al-Husain menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdullah bin Buraidah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Busyair bin Ka’ab al-‘Adawi menuturkan kepada kami. Dia berkata; Syaddad bin Aus radhiyallahu’anhu menuturkan kepadaku dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Penghulu istighfar adalah kamu mengucapkan (doa); ‘Allahumma anta Rabbi, laa ilaaha illa anta, khalaqtani wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, a’uudzu bika min syarri maa shana’tu, abuu’u laka bi ni’matika ‘alayya, wa abuu’u laka bi dzanbi, faghfirlii, fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta’ (Ya Allah, engkaulah Rabbku. Tiada sesembahan yang haq selain Engkau. Engkau yang menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku di atas ikatan perjanjian-Mu, dan aku akan berusaha mendapatkan janji [surga]-Mu sekuat kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan perbuatanku. Aku akui kepada-Mu nikmat-nikmat yang Kau berikan kepadaku, dan aku juga mengakui dosa-dosaku kepada-Mu. Maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau).” Nabi bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkannya di siang hari dengan penuh keyakinan terhadapnya kemudian mati pada hari itu sebelum waktu sore tiba maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa yang mengucapkannya di malam hari dengan penuh keyakinan terhadapnya kemudian dia mati sebelum waktu pagi tiba maka dia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari dalam Kitab ad-Da’awat, bab afdhalul istighfar).

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ عَنْ بُشَيْرِ بْنِ كَعْبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ إِذَا قَالَ حِينَ يُمْسِي فَمَاتَ دَخَلَ الْجَنَّةَ أَوْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِذَا قَالَ حِينَ يُصْبِحُ فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ مِثْلَهُ

Musaddad menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Zurai’ menuturkan kepada kami. Dia berkata;Husain menuturkan kepada kami. Dia bekata; Abdullah bin Buraidah menuturkan kepada kami dari Busyair bin Ka’ab dari Syaddad bin Aus dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda “Penghulu istighfar adalah kamu mengucapkan (doa); ‘Allahumma anta Rabbi, laa ilaaha illa anta, khalaqtani wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, abuu’u laka bi ni’matika ‘alayya, wa abuu’u laka bi dzanbi, faghfirlii, fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta, a’uudzu bika min syarri maa shana’tu’. Apabila seseorang membacanya di waktu sore kemudian mati maka dia akan masuk ke dalam surga. Dan apabila seseorang mengucapkannya di pagi hari kemudian mati pada hari itu maka dia juga seperti itu -akan masuk surga-.” (HR. Bukhari dalam Kitab ad-Da’awat, bab maa yaquulu idza ashbaha).

Kedua hadits di atas mengandung faidah :

  1. Doa istighfar itu bertingkat-tingkat, dan istighfar yang terbaik adalah seperti yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits ini
  2. Diperintahkan untuk meminta ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang kita lakukan
  3. Dalam berdoa hendaknya didahului dengan memuji dan menyanjung Allah ta’ala
  4. Hadits ini menunjukkan keutamaan berdoa dengan menggunakan ungkapan ‘Allahumma’
  5. Penetapan tauhid uluhiyah Allah ta’ala, bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan yang benar, ada pun sesembahan selain Allah adalah sesembahan yang batil. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang demikian itu karena Allah adalah [sesembahan] yang benar, adapun segala sesuatu yang mereka seru/sembah selain Allah adalah batil…” (QS. al-Hajj : 62).
  6. Penetapan sifat rububiyah Allah, bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang menguasai, memelihara dan mengatur alam semesta dan segala isinya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” (QS. al-Fatihah : 1).
  7. Allah yang menciptakan manusia, mereka tidak ada secara tiba-tiba tanpa ada pencipta atau pun menciptakan dirinya sendiri. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka itu diciptakan tanpa ada apa-apa sebelumnya, ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?” (QS. at-Thuur : 35). Manusia tidak mungkin ada secara tiba-tiba tanpa ada pencipta, sebab sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba tidak akan bisa teratur rapi dan tumbuh berkembang dengan sempurna. Akal mendustakannya. Demikian juga, manusia tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri, sebab sebelum ada mereka adalah ‘tidak ada’; lalu bagaimana mungkin sesuatu yang ‘tidak ada’ bisa menciptakan, ada saja tidak?! (lihat Syarah Tsalatsat Ushul, karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah).
  8. Yang menciptakan manusia bukanlah ayah dan ibu mereka akan tetapi Allah ta’ala
  9. Bolehnya memanggil Allah dengan kata ganti ‘Engkau’, dan ini bukanlah sikap kurang ajar
  10. Pengakuan bahwa kita adalah hamba-Nya. Dan tugas seorang hamba adalah mengabdi kepada sesembahannya. Tunduk dan merendahkan diri yang dilandasi rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya. Hal ini mengisyaratkan agar kita tidak menghamba kepada selain-Nya, entah itu harta, pangkat, jabatan, pakaian, hawa nafsu, dan lain sebagainya.
  11. Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang mengakui keesaan rububiyah Allah maka wajib baginya untuk mengesakan Allah dalam hal uluhiyah/ibadah. Hal ini sebagaimana yang Allah tegaskan di dalam firman-Nya (yang artinya), “Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian; yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah : 21).
  12. Manusia telah terikat perjanjian dengan Allah yaitu ketika mereka masih di dalam sulbi Adam. Yaitu bahwa mereka telah mengakui Allah sebagai Rabb mereka.
  13. Allah menjanjikan kepada manusia jika mereka meninggal dalam keadaan bertauhid maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga.
  14. Perintah untuk mengakui nikmat yang Allah limpahkan kepada kita dan mensyukurinya
  15. Hadits ini juga mengandung perintah untuk mengingat-ingat nikmat yang Allah berikan kepada kita
  16. Perintah untuk mengakui dosa yang kita lakukan kepada-Nya
  17. Hadits ini juga menunjukkan perintah untuk mengingat-ingat dosa yang pernah kita lakukan dan tidak melupakannya
  18. Kebaikan disandarkan kepada Allah, sedangkan perbuatan jelek disandarkan kepada makhluk. Meskipun kebaikan dan kejelekan adalah sama-sama ditakdirkan oleh Allah
  19. Tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Allah
  20. Hadits ini menunjukkan bahwa untuk meminta ampun kepada Allah harus disertai dengan pengakuan atas dosa yang dilakukan. Dari sini kita mengetahui besarnya bahaya perbuatan bid’ah karena pelakunya tidak merasa berdosa kepada Allah.
  21. Diperintahkan untuk rajin membaca doa ini di setiap pagi dan sore
  22. Iman kepada surga dan bahwasanya surga adalah negeri kebahagiaan
  23. Hadits ini menunjukkan bahwa amal merupakan sebab masuk ke dalam surga, meskipun amal bukanlah harga yang sesuai untuk mendapatkan kenikmatan surga.
  24. Iman kepada adanya kehidupan setelah kematian dan pembalasan amal
  25. Hadits ini membantah golongan Jabriyah yang menyatakan bahwa manusia itu tidak memiliki kehendak dan dipaksa oleh Allah
  26. Hendaknya berdoa kepada Allah dengan hati yang hadir dan penuh keyakinan
  27. Dan faidah lainnya yang belum saya ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallau ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Artikel asli: http://abumushlih.com/mohon-ampunlah-kepada-nya.html/